Dunia Mara: tentang Harapan Menemukan Kejutan
Judul buku : Dunia Mara
Penulis : Sitta Karina
Editor : Siti Nur Andini
Penerbit : Literati, Jakarta
Tahun terbit : 2013
Ketebalan : 190 halaman
Mara Syadiran gemas dengan doktrin hidup ideal versi ibunya: ‘lulus, cari kerja, dan menikah’. Ia ingin menjalani hidup yang berwarna dan sarat petualangan.
Sejak bertemu Reno Hanafiah, impiannya itu mewujud; hidupnya kini jadi bergejolak dan penuh kejutan.
Mungkin petualangan merupakan suratan takdir Mara selama ini.
Mungkin itu bagian dari dunianya sejak dulu.
Dunia Mara adalah sebuah novella yang mengisahkan salah satu Keluarga Hanafiah—keluarga besar rekaan Sitta Karina yang lika-liku kehidupannya telah dibukukan sejak 2004 dalam Lukisan Hujan.
Menemukan buku ini setelah penantian panjang untuk serial kisah keluarga Hanafiah memercikkan rasa gembira bagi saya. Sejak serial pertamanya, saya adalah fans keluarga Hanafiah, dan juga fans-nya Arie, sang penulisnya. Maka ketika Arie menulis kisah-kisah lainnya, saya tak pernah absen membaca dan mengoleksi buku-bukunya. Seingat saya, Titanium adalah kisah terakhir tentang keluarga Hanafiah, tepatnya tentang Austin Hanafiah dan Romijn Indira Singgih. Sedangkan karya Arie terakhir yang saya baca adalah Rumah Cokelat.
Tak sabar saya segera mulai membaca Dunia Mara, bahkan segera setelah saya menemukan cafe untuk sekedar ngopi dan mengintip bab awal. Bab satu dibuka dengan perampokan di rumah Mara. Seru sih. Tapi kenapa ya, tidak se-powerful cerita-cerita yang lalu? Bahkan masih lebih filmis adegan pembuka di novel Rumah Cokelat, yang ituoun menurut beberapa teman, biasa banget. Tapi saya coba terus membaca dan membaca. Barangkali saya akan menemukan gejolak dari kisah Mara, Reno Hanafiah, Arka, dan Rig, seperti yang juga diharapkan Mara Syadiran dalam kehidupannya.
Alur dan konflik bagus, dan, mestinya, kuat. Itu ciri khas Arie yang saya kenal lewat tulisan-tulisannya. Tapi sayang sekali, di Dunia Mara, alur dan konflik yang sudah bagus itu tidak ditunjang dengan kekuatan khas Arie. Saya nyaris enggak menemukan chemistry antar para tokoh. Bahkan beberapa scene romance antara Reno dan Mara juga agak kering dan tidak terlihat ada 'ikatan' antara keduanya. Coba bandingkan dengan kisah-kisah tentang Sissy dan Diaz, Bianca dan Sora, Inez dan Niki, serta Austin dan Indira. Bahkan dengan semua tokoh-tokoh Sitta lain, karakter Mara dan Reno di sini seperti 'kurang diberi nyawa'. Banyak 'bolong-bolong' antarbab yang bikin kurang nyaman. Seperti melompat-lompat, bahkan hingga ke ending yang agak terburu-buru. Sayang bangeeet. Andaikan konflik diolah lebih dalam, dan setiap karakter dibiarkan menemukan chemistry-nya dengan karakter lain, tentu novel ini akan menghadiahi pembaca-pembaca setianya dengan kejutan demi kejutan yang indah dan menghangatkan, seperti kisah-kisah Arie terdahulu.
Namun saya tetap mengakui, Arie adalah seorang pencerita yang runut. Ia mampu menyambungkan setiap tokohnya dalam sebuah rantai cerita yang manis. Ia juga pandai menghindari kesan kebetulan, termasuk kasus-kasus serendipity romance. Arie menjejakkan kerangka kisah romance di atas urutan logika cerita yang baik. Enggak semua penulis bisa melakukan hal itu dengan mukus. Jadi menurut saya, Arie juga seorang pencerita yang cerdas. Hanya saja untuk kali ini Arie mungkin Arie agak terburu-buru. Maybe the next novel kita akan menemukan kembali ciri khas Arie yang telah tertanam kuat di setiap karyanya.
Hehehe, punteeen, jangan marah ya Rie. Saya tetap setia menunggu karya selanjutnya kok :) .
Tulisan ini diikutsertakan dalam:
Young Adult RC
Indonesian Romance RC
What's in a name RC
Judul buku : Dunia Mara
Penulis : Sitta Karina
Editor : Siti Nur Andini
Penerbit : Literati, Jakarta
Tahun terbit : 2013
Ketebalan : 190 halaman
Mara Syadiran gemas dengan doktrin hidup ideal versi ibunya: ‘lulus, cari kerja, dan menikah’. Ia ingin menjalani hidup yang berwarna dan sarat petualangan.
Sejak bertemu Reno Hanafiah, impiannya itu mewujud; hidupnya kini jadi bergejolak dan penuh kejutan.
Mungkin petualangan merupakan suratan takdir Mara selama ini.
Mungkin itu bagian dari dunianya sejak dulu.
Dunia Mara adalah sebuah novella yang mengisahkan salah satu Keluarga Hanafiah—keluarga besar rekaan Sitta Karina yang lika-liku kehidupannya telah dibukukan sejak 2004 dalam Lukisan Hujan.
Menemukan buku ini setelah penantian panjang untuk serial kisah keluarga Hanafiah memercikkan rasa gembira bagi saya. Sejak serial pertamanya, saya adalah fans keluarga Hanafiah, dan juga fans-nya Arie, sang penulisnya. Maka ketika Arie menulis kisah-kisah lainnya, saya tak pernah absen membaca dan mengoleksi buku-bukunya. Seingat saya, Titanium adalah kisah terakhir tentang keluarga Hanafiah, tepatnya tentang Austin Hanafiah dan Romijn Indira Singgih. Sedangkan karya Arie terakhir yang saya baca adalah Rumah Cokelat.
Tak sabar saya segera mulai membaca Dunia Mara, bahkan segera setelah saya menemukan cafe untuk sekedar ngopi dan mengintip bab awal. Bab satu dibuka dengan perampokan di rumah Mara. Seru sih. Tapi kenapa ya, tidak se-powerful cerita-cerita yang lalu? Bahkan masih lebih filmis adegan pembuka di novel Rumah Cokelat, yang ituoun menurut beberapa teman, biasa banget. Tapi saya coba terus membaca dan membaca. Barangkali saya akan menemukan gejolak dari kisah Mara, Reno Hanafiah, Arka, dan Rig, seperti yang juga diharapkan Mara Syadiran dalam kehidupannya.
Alur dan konflik bagus, dan, mestinya, kuat. Itu ciri khas Arie yang saya kenal lewat tulisan-tulisannya. Tapi sayang sekali, di Dunia Mara, alur dan konflik yang sudah bagus itu tidak ditunjang dengan kekuatan khas Arie. Saya nyaris enggak menemukan chemistry antar para tokoh. Bahkan beberapa scene romance antara Reno dan Mara juga agak kering dan tidak terlihat ada 'ikatan' antara keduanya. Coba bandingkan dengan kisah-kisah tentang Sissy dan Diaz, Bianca dan Sora, Inez dan Niki, serta Austin dan Indira. Bahkan dengan semua tokoh-tokoh Sitta lain, karakter Mara dan Reno di sini seperti 'kurang diberi nyawa'. Banyak 'bolong-bolong' antarbab yang bikin kurang nyaman. Seperti melompat-lompat, bahkan hingga ke ending yang agak terburu-buru. Sayang bangeeet. Andaikan konflik diolah lebih dalam, dan setiap karakter dibiarkan menemukan chemistry-nya dengan karakter lain, tentu novel ini akan menghadiahi pembaca-pembaca setianya dengan kejutan demi kejutan yang indah dan menghangatkan, seperti kisah-kisah Arie terdahulu.
Namun saya tetap mengakui, Arie adalah seorang pencerita yang runut. Ia mampu menyambungkan setiap tokohnya dalam sebuah rantai cerita yang manis. Ia juga pandai menghindari kesan kebetulan, termasuk kasus-kasus serendipity romance. Arie menjejakkan kerangka kisah romance di atas urutan logika cerita yang baik. Enggak semua penulis bisa melakukan hal itu dengan mukus. Jadi menurut saya, Arie juga seorang pencerita yang cerdas. Hanya saja untuk kali ini Arie mungkin Arie agak terburu-buru. Maybe the next novel kita akan menemukan kembali ciri khas Arie yang telah tertanam kuat di setiap karyanya.
Hehehe, punteeen, jangan marah ya Rie. Saya tetap setia menunggu karya selanjutnya kok :) .
Tulisan ini diikutsertakan dalam:
Young Adult RC
Indonesian Romance RC
What's in a name RC